Konsesi Lahan Harus Sesuai Penunjukan Hutan Dari Kehutanan
Dharmasraya Sumatera Barat, FajarNews
– Masalah penggusuran lahan milik warga maupun lahan yang digarap warga untuk kepentingan perkebunan kelapa sawit terus terjadi di Kabupaten Dharmasraya pada akhir akhir tahun ini.Tentu, pengusuran itu terjadi di Kecamatan Timpeh,AsaM Jujuhan,dan Lainnya. Peralihan fungsi lahan itu tanpa memperhatikan hak warga dan tanpa persetujuan.
Kejadian itu diungkapkan oleh ketua NJO ACIA Darwin Sutan Batuah,SH, pada media ini yang dihubungi lewat via telepon genggam hari ini Sabtu (14/12/24).Beliau berpesan bahwa.
“Kita berharap DPRD Dharmasraya bisa membantu menyelesaikan persoalan ini.Apakah perpanjangan HGU,konsesi Lahan,dan penguasaan lingkungan terhadap limbah sebagai pemicu konfliknya harus bijak pemerintah daerah dan dewan setempat untuk penyelesaian ” Ungkapnya.
Dipaparkan oleh Darwin lahan yang digusur oleh perusahaan perkebunan kelapa sawit yang diberitakan oleh media lain tentang klaim sepihak oleh pemangku adat Timpeh. Sementara, lahan yang digarap oleh PT.TKA dan merupakan didapat dibeli melalui warga setempat dengan terbitnya sertifikat hak milik (SHM) itu luasanyanya mencapai 500 hektare.
Darwin menambahkan, pada bulan yang lalu, warga mendapatkan kabar bahwa pihak perusahaan sudah menguasai lahan secara sah. Perusahaan juga sudah membayarkan biaya imas tumbang (kompensasi) pada Masyarakat .Sayangnya,kini koq berkelit lagi.
Status tanah garapan warga sejatinya adalah kawasan perkampungan lama Lobung dan Kampung Jao yang sudah ditinggalkan. Di sana, banyak tanam tumbuh serta makam. Kawasan perkampungan lama itu masih digarap dan dimiliki secara turun temurun.
Status tanah itu juga masih disengketakan dan masih dalam pembahasan Pemkab Kabupaten Dharmasraya .“Bagi kami juga terasa aneh. Tanah itu masih simpang siur, tetapi sekarang juga ada perusahaan D’Tex,Gapoktan,KUT,dan kelompok lain seperti Bekas PT.BAS juga ada dimiliki oleh kroninya Padahal, belum ada keputusan pemerintah, tentang status tanah bekas kampung Tua itu secara hukum” tandasnya.
Salah satu warga dikonfirmasi yang tidak mau ditulis mamanya dan Warga tersebut berharap hak-hak warga atas kepemilihan tanah ulayat itu ditunaikan oleh pihak perusahaan. Tanam tumbuh milik warga harus dinilai dan dibayarkan kepada warga dan telah dilaksanakan oleh perusahaan seperti PT.TKA.
“Kita tidak boleh mengklaim Tanah Ulayat 1500 hakter dan dari mana seluas itu,setau saya PT.TKA telah membeli seluas 500 haktar dan dapat dibeli kepada kelompok masyarakat Timpeh” imbuhnya.
Bersambung.
Ditulis oleh: Erman Chaniago
Diterbitkan: Fajarnews Jakarta.