kepala Sekolah SMAN 2 Sembawa Alergi Terhadap Wartawan

Screenshot_2024-04-28-12-57-07-56_40deb401b9ffe8e1df2f1cc5ba480b12

Banyuasin, FajarNews – SMA Negeri 2 Sembawa yang beralamat di Pangkalan Benteng, Kec. Talang Klp., Kab. Banyuasin, Sumatera Selatan (Clementina Sidabutar) selaku kepala sekolah menegaskan penolakan tegas terhadap konfirmasi terkait dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang sebelumnya menjadi perbincangan hangat.

Penolakan tersebut ditegaskan oleh petugas keamanan sekolah, yang menegaskan bahwa untuk masuk ke dalam sekolah atau bertemu dengan kepala sekolah, harus ada izin yang diperoleh terlebih dahulu dari pihak sekolah. Situasi ini menimbulkan kebingungan bagi media, karena tanpa izin, mereka tidak dapat masuk ke dalam sekolah untuk melakukan klarifikasi. Media hanya bisa tertahan di luar pagar sekolah.

Yanto, salah seorang petugas keamanan, dengan tegas menyatakan, “Saya di sini sebagai petugas keamanan, jika tidak ada izin dari kepala sekolah Clementina Sidabutar, tidak ada yang bisa masuk. Bahkan untuk mengisi buku tamu pun harus memiliki izin terlebih dahulu dari kepala sekolah.”

Sementara itu, pihak media beindisial BP dan Z. merasa heran dengan sikap penolakan tersebut. Mereka merasa tidak diberikan kesempatan untuk menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi, sehingga situasi ini dapat menghindari terjadinya penyebaran informasi yang tidak akurat.

Di samping itu, pihak media juga merasa bahwa tugas mereka sebagai jurnalis dihalangi, yang sebenarnya bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Pasal 18 ayat (1) UU Pers menyatakan bahwa menghalangi wartawan dalam menjalankan tugas jurnalistik dapat dikenai pidana 2 tahun penjara atau denda maksimal 500 juta rupiah.

Seorang wartawan, mengungkapkan, “Saat kami ingin melakukan konfirmasi terkait pemberitaan yang telah kami tayangkan mengenai penyalahgunaan dana BOS, pihak sekolah menolak dengan tegas dari dalam pagar sekolah, dan hanya petugas keamanan yang bertemu dengan kami. Kami hanya bisa berdiri di luar pagar sekolah dan tidak diizinkan masuk. Sudah kami jelaskan tujuan kami, namun petugas keamanan tetap menolak dengan alasan harus mendapatkan izin dari kepala sekolah terlebih dahulu. Bagaimana mungkin kami meminta izin kepada kepala sekolah jika tidak diberikan akses untuk bertemu dengannya? Kami merasa tugas kami dihalangi.”

Sementara itu, seorang pemerhati pendidikan,dilansir dari siber24jam.com, Bapak Riki, menyarankan agar kepala sekolah seharusnya menggunakan hak jawabnya untuk menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi, dan tidak perlu merasa takut jika tidak bersalah. Menurutnya, dengan menghindar dari klarifikasi, masyarakat semakin curiga terhadap kebenaran peristiwa tersebut.

Situasi ini menunjukkan perlunya transparansi dari pihak sekolah untuk menjelaskan klaim yang diajukan terhadap mereka, sehingga dapat menghindari penyebaran informasi yang salah dan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pendidikan.(Pewarta.Bdr)